Inflasi memiliki dampak yang berbeda-beda di setiap negara.
Kali ini kita coba bandingkan efek inflasi pada pasar saham di Turki dan pasar saham di Amerika Serikat.
Ada perbedaan yang sangat mendasar di antara kedua negara!
Yang satu, indeks sahamnya naik terus to the moon, yang satu lagi terseok-seok.
Turki inflasinya tinggi, bursa sahamnya juga naik tinggi!
Nah loh, kok bisa sih?
Di tengah inflasi yang tinggi, mencapai lebih dari 70% per tahun, indeks saham turki malah naik hingga 80% dalam 1 tahun.
Ini tentu diukur berdasarkan mata uang lokalnya, yaitu Lira.
Coba kita bandingkan dengan US deh.
US mengalami inflasi, tetapi bursa sahamnya jatuh!
Di US, inflasinya tercatat sebesar 8.6%, salah satu yang tertinggi sepanjang sejarah US, tetapi tidak separah Turki.
Namun berbeda dari turki, bursa saham US drop sekitar -20% persen dalam 1 tahun!
Mengapa di Turki, inflasi yang parah malah mengangkat harga saham sedangkan di US, market sahamnya malah drop di tengah inflasi?
Jawabannya ada pada ekspektasi market yang berbeda.
Inflasi yang bersifat kronis, secara umum, harusnya membuat harga saham naik. Ini terjadi di Turki, Venezuela, dan Argentina.
Saham dianggap sebagai alat lindung nilai yang baik terhadap kemerosotan nilai tukar mata uang.
Bukan perusahaannya yang bagus, tetapi nilai mata uangnya yang merosot!
Di Amerika dan belahan dunia lain, central bank-nya lebih
berkomitmen dalam menangkal inflasi, mereka pasti menaikan
suku bunga ketika inflasi sedang tinggi!
Kenaikan suku bunga ini adalah obat untuk inflasi. Tentu saja market saham akan langsung drop akibat kenaikan suku bunga ini.
Yang namanya obat itu pahit secara jangka pendek tetapi sehat secara jangka panjang.
Pemerintah Turki sebaliknya, bukanya memberi obat tetapi malah menurunkan suku bunga, akibatnya inflasi akan semakin tinggi.
Pasar saham di Turki seolah-olah naik drastis, tetapi nilai sebenarnya turun.
Nah dengan begitu kembali lagi dengan pengetahuan anda, jangan hanya melihat dari angka saja, tetapi juga harus melihat kedalamnya agar tidak salah